Lanjut menelusuri Museum Wayang Sendang Mas, dari pintu utama dimana terdapat kaligrafi berbentuk Punakawan, kita berbelok ke kiri. Ada tabel jenis-jenis wayang
Diantaranya wayang kulit purwa, kidang kencana, gedog, klitik kulit dan seterusnya. Kita telusuri wayang yang ada di sisi utara:
Pertama kita jumpai Wayang Kidang Kencana yang merupakan wayang versi kecil yang mudah dimainkan olah anak kecil sekalipun.
Wayang kidang kencana simpingan kiri yang diisi mulai wayang Bambangan rai mbranyak (mendongak), Baladewa, Duryudana, Dasamuka, Lembusura dan Maesasura serta buta raton terbesar.
Simpingan kanan di mulai sari Wayang Rampogan, Wayang Putren (wanita), Bambangan, Janaka, Wayang Begawan/Dewa, Sugriwa, Antareja, Gatotkaca, Bima, Bayu, Yamadipati dan terakhir wayang Gendurwa.
Lanjut ke timur, ada jejer dimana Resi Seta diadep Punakawan Banyumasan. Ukuran wayangnya diatas kidang kencana namun masih dibawah wayang jaman sekarang. Ini sepertinya wayang Gagrak Banyumas versi original.
Jejer berikutnya menampilkan Prabu Baladewa diadep Prabu Karna dan Jayadrata. Masih wayang bergaya Banyumas kuna. Bedahan (roman) muka Baladewa di sini terlihat agak aneh untuk jam
an sekarang. Fokus ke wayang Jayadrata di sini. Inilah wayang style Banyumas, postur wayangnya langsing seperti wayang gaya Surakarta, namun tatahan dan bedahan muka mirip gaya Jogja. Jayadrata memakai praba juga seperti wayang Surakarta namun beda di gelungnya.
Selanjutnya adalah jejer Ramayana. Dasamuka diiringi oleh Indrajit, Prahasta dan Ratu buta berhadapan dengan Rama (atau Gunawan Wibisana) diiringi Laksmana, Sugriwa dan Anoman. Wayang yang digunakan sebagai Rama lebih tepat sebagai Wibisana atau versi lain untuk Arjuna Sasarabahu, Sabrangan Bagus atau bahkan Dewa Srani.
Jejer selanjutnya adalah Durna diadep Bima, Setyaki dan Petruk. Wayangnya berukuran kecil, Bima di sini menyerupai gagrak Jogja, Setyaki bergaya rapekan (mirip wayang patih) dan Petruknya menunduk.
Jejer paling timur sisi utara dalah Pandawa bergagrak Banyumas era modern. Wayangnya leboh besar dengan tatahan, bedahan dan sunggingan yang khas. Menurut informasi wayang ini disebut Gaya Sikampuhan karena dikembangkan oleh pembuat wayang dari Sikampuh.
Terkait:
Leave a Reply