Lakon Wayang – Bondan Paksa Jandu (Bagian 2)

bakul ganten

Oleh : Nanang Wijayanto

Di kaki gunung Sapta Arga, ada pertapa sakti. Tidak heran jika pertapaanya tersebut menjadi para Satria dan Raja yang haus akan ilmu. Pertapa tersebut bernama Begawan Abiyasa. Yang tidak banyak diketahui orang adalah mantan Raja besar Astina, , Prabu Kresna Dwipayana.

Sudah 4 bulan ini Begawan Abiyasa selalu membaeri wejangan kepada cucu tersayangnya Raden Permadi. Empat bulan yang lalu Raden Permadi datang ke pertapan sambil menangis. Setelah dingin di hati Sang Permadi baru bertanya apakah yang telah terjadi.

Abiyasa Permadi punakawanSambil tersedu-sedu Permadi bercerita bahwa Pandawa telah dijahati oleh para Kurawa sampai Bratasena dimasukkan ke dalam Sumur Jalatunda. Kemudian mengejar-ngejar Pandawa yang lain untuk ditangkap, sampai semuanya terpisah. Apakah masih hidup atau tidak, entah dimana mereka semua.

Begawan Abiyasa mendengarkan cerita Permadi. Kemudian bersabda, “Tidak kuduga sampai sejahat itu tingkah laku Kurawa kepada sodaranya sendiri.”

“Cucuku ngger Permadi. Sudah, singkirkan kegundahan hatimu, berhentilah nangis. Satria tidak baik jika meneteskan air mata. Air mata yang menetes bisa melemahkan kulit, tulang dan darah. Jika jatuh di tanah bisa membuat gersang. Jika jatuh ke kayu dan batu bisa menjadikannya angker “

“Mati hidup mansia itu Tuhan kang menentukan. Manusia bisa saja merekayasa keadaan tapi keputusan tetap ada di tangan Yang Maha Kuasa. Jika Tuhan belum menggariskan tidak akan terjadi walau dengan rekayasa manusia apapun. Sebaliknya, walau dihalang-halangi apa saja, namun jika Tuhan berkehendak maka akan terjadi.”

“Tentang sodara-soadarmu para Pandaw, kamu tak usah kawatir. Menurut perasaanku sampai sekarang kalian masih utuh 5 orang. Karena sudha dikodratkan bahwa Pandawa punya kewajiban melaksanakan tugas besar di masa depan yang masih lama waktunya. Tunggu saja waktunya, maka kalian akan berkumpul kembali.”

Terang di hati Permadi mendengar nasehat Resi Abiyasa. “Tapi belum lega di hati jika belum bertemu dengan Pandawa. Lalu harus kemana agar saya bisa bertemu dengan sodara-sodara saya, Eyang.”

“Eyang tidak bisa menunjukkan tempatnya, itu namanya mendahui kehendak Tuhan. Aku hanya akan menyuruhmu pergi keWarana Rata. Di sana ada sebuah pasar baru yang dibangun oleh para Kurawa. Tapi berhati – hatilah karena Kurawa tetap ingin menyingkirkanmu. Agar selamat dan tidak ketahuan Kurawa kamu harus pintar mendari cara. Jangan lupa banyak menolong sesama, semoga dengan cara itu kamu segera bertemu kakak dan adik-adikmu.” Kata Abiyasa.

Permadi lalu pamit meninggalkan pertapaan, tak lupa ditemani Punakawan : Ki Lurah Semar, Gareng, Petruk lan Bagong.

Keluar daru pertapaan, Permadi dan para Punakawan menuju Warana Rata. Melintasi hutan, naik-turun gunung dan jurang. Sepanjang jalan para Punakawan selalu bersendau gurau, menghibur Permadi yang sedang bersedih.

“Gus, nanti kalau sudah sampai pasar mau nyamar jadi apa, Den?” tanya Ki Lurah Semar setelah dekat Warana Rata.

“Bagusnya bagaimana, Kakang Semar?”

“Pakaialah pakaian seperti pedagang saja, penjual Ganten. Masuk pasar, sampean membawa daun sirih yang banyak di atas kepala. Jika muka tertutup daun, maka tidak akan ketahuan Kurawa. Nanti saya dan anak-anak bikin gubug. Sampean berjualan di dalam gubug biar tak ketahuan” Lanjut Semar.

“Ganten itu apa, Pak?” tanya Bagong.

“Ganten yang buat wakan sirih, Mbleh. Daun suruh diisi racikan gambir dan kapur, itu namanya ganten,” jawab Semar.

“Aku mau jual gulali, ya Pak…!” Gareng menyela, Semar cuma mengangguk.

Permadi menurut saran Semar. Berpakaaian pedagang dan memanggul daun sirih sampai menutup mukanya. Para penjaga pasar tidak tahu jika Permadi sudah ada di dalam pasar. Punakawan kemudian membangun sebuah gubug.

Setelah siap Permadi berada di dalam gubug melayani para pembeli. Racikan Gantennya pas, segar dan menyenangkan. Sebentar saja jualan Permadi terkenal bahkan ditambah isu bahwa Ganten-nya bisa menyembuhkan penyakit, makin terkenal saja.

jayadrata_dursilawati

Berganti certia, di salah satu bagian keraton Astina, Dewi Dursilawati mendengar kabar tentang Ganten yang katanya enak dan segar ini menjadi penasaran ingin mencobanya.

“Kakang Jayadrata, aku kepengin merasakan kinang yang kondang katanya seger banget bisa untuk obat lelah. Ayo pergi ke pasar anyar, kakang” ajak Dursilawati pada Suaminya.

“Tinggal suruh abdi saja, nggak usah susah-susah pergi ke pasar.” jawab Jayadrata.

Yang namanya racikan Ganten ya harus dimakan waktu itu juga, kalo menyuruh abdi yang sudah nggak segar. Mau tak mau kita harus ke sana Kakang.” tukas Dursilawati.

Jayadrata tidak berani menolak, walaupun dia suami namun tetap merasa cuma raja kecil negara bawahan yang derajatnya masih dibawah sang istri.

Keduanya kemudian pergi ke pasar anyar di Warana Rata.

Bersambung

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*