

Malam hari sekitar jam 10 malam, jalan raya Cilacap – Sampang mulai lengang. Udara malam di musim kemarau yang cenderung dingin membuat orang lebih betah untuk menarik selimut di kamarnya. Menyeberangi jembatan serayu di Kesugihan untuk kemudian belok kanan, turun ke jalur desa Karangkemiri, suasana semakin sepi. Apalagi menelusuri jalan dan masuk ke wilayah desa Karangrena, sawah di kanan kiri menambah dingin perjalanan. Sampai akhirnya bertemu dengan penjual Gembus di suatu perempatan, itu adalah tanda adanya pentas wayang di dekatnya.
Beda dengan suasana di perjalanan, suasana di pentas wayang Ki Ulin Nuha, dalang remaja yang namanya sedang moncer ini tampak ramai. Penonton penuh di jalan depan rumah yang punya hajat, bahkan sampai rela berdiri di kebun-kebun sekitar lokasi.
Maos punya jagoan baru di bidang pedalangan. Setalah Ki Guntur Riyanto meroket tahun 2015 ini, dibelakangnya menyusul dalang muda yang berpotensi ini.
Terdengar dari kejauhan suara Raseksa yang dimainkan sudah matang, antawecana sudah bagus. Menyuarakan Buta a la Banyumas itu perlu teknik tersendiri. Bahkan dalang seniorpun ada yang belum bisa menyuarakannya dengan sempurna. Sempurna gaya Banyumasan tentunya. Suara Setyaki, Udawa juga pas, berat dan Nggandem.
Hanya suara Kresna dan Samba masih kurang kecil dan tajam, walau sudah bisa dibedakan keduanya. Masih ada waktu mengingat Ki Dalang baru berumur 15 tahun. Suara Togog dan Sarawita juga sudah pas, sekali lagi khas Banyumasan.
Yang unik lain adalah mayoritas niaga yang menyertai pentas wayang ini masih berusia remaja dan anak-anak.
Sang pengendang jaipong (wayang Banyumasan a la Ginoan umumnya menyertakan dua pengendang dengan fungsi berbeda) juga masih anak-anak. Jangan ditanya permainannya, luar biasa, tak ada beda dengan pengendang senior.Selain niaga, Sinden di pentas ini juga menyertakan dua sinden yang masih anak-anak. Tentunya disertai sinden Babon dan sinden campursari yang sudah dewasa. Bintang tamu kali ini adalah Sinden Palupi dan Tantri yang cukup punya nama di seputaran Cilacap.
Penabung Kendang utama, penggender, gambang, rebab dan wiraswara melibatkan orang dewasa. Untuk yang ini memang pengalaman dan suara menentukan.
Animo penonton luar biasa, karena acara hajatan tentunya di tratag utama adalah para tamu yang kondangan ke acara ini,
Lihatlah penonton yang rela duduk ndeprok di jalan yang berdebu ini. Penuh dan antusias. Kurang tahu juga apakah ini penduduk lokal atau orang jauh, namun patut diacungi jempol daya tariknya.Disekitar jalan alias di halaman rumah tetangga dan juga di kebun-kebun orang rela berdiri menyaksikan aksi Ki Dalang.
Menurut kabar, Ulin Nuha ini dailatih mendalang oleh ayahnya sendiri. Sebenarnya banyak tawaran manggung, namun orang tua sang dalang membatasi hanya boleh pentas di hari libur. Salut juga, walaupun laris mendalang, sekolah tetap penting.
Perang gagal dimulai, perang gendringan antara Samba dengan Raksasa berjalan dengan baik. Lanjut perang Setyaki dengan Buta yang lain, mantap juga. Setelahnya muncul Sarawita dan Togog, selingat campursari. Penonton makin antusias. Namun saya justru meninggalkan lokasi untuk berpindah ke pentas wayang lainnya.
Walau sebentar cukup sudah untuk menggambarkan bahwa skill Dalang ini patut diacungi jempol. Maos yang sedang naik daun dalam dunia pedalangan.
Generasi penerus dalang di era modernisasi
http://bakulkangkungjpr1.com/2015/08/04/jelang-moto-gp-indianapolismarquez-tak-terpikir-pertahankan-juara-dunia-lagi/
benar
jan salut inyong lah,,, maju terus dalang mbanyumas,,, ayuh uri2 budaya adiluhung kiye lurrr…
cocok bgt karo dalang kie,insha allah bisa meroket nang cilacap kelak,
Bagus ..peneruSbudaya, mirip Ki sugino. CARITO.. Lanjutkan..