
Sebelum menonton kiprah Ki Seno Nugroho, sehari sebelumnya saya menonton secara penuh pentas Ki Edy Suwondo di STIE YKPN Jalan Seturan. Ini adalah pertama kali saya menonton secara langsung, wayang jogja, dalang jogja dan berlokasi di jogja.
Wayang ini diadakan dalam rangka Dies Natalis STIE YKPN. Karenanya tempatnya di lingkungan kampus maka tempat resik, tertib, ada tempat duduk dan makanan kecil juga. Namun karena di kota juga, jumlah penontonya tidak terlalu banyak, kursi yang disediakan tidak terisi penuh.
Pentas ini bagi saya cukup unik, karena semua Niyaga adalah anak muda, mungkin hanya ada satu penabuh gambang yang sudah berusia agak lanjut, namun beliau juga cuma sebentar, selanjutnya tugasnya digantikan oleh niyaga muda.
Pertama kali yang saya perhatikan adalah
sinden simpingan wayangnya. Walaupun ini wayang Jogja tapi isi simpingan malah sepertinya dominan wayang Solo.
Duryudana dua buah dan semuanya Bludren kumisnya, jelas wayang Solo. Di Banyumas, Duryudana biasanya di simping di sebelah kanan setelah Bomanarakasura di belakang Bratasena. Di pagelaran ini Duryudana ada di sisi kiri, setelah Baladewa. Brahala paling kiri memang wayang Jogjan namun Buta raton dan Bathara Kala di belakangnya, Maesasura dan seterusnya adalah wayang Surakartan.
Ujung simpingan kanan lebih banyak Jogja, werkudara dan terutama Gatotkaca menggunakan wayang khas Jogja.
Kita lihat wayang-wayang yang digunakan dalam pentasnya:Durga gaya Solo sementara Durna dan Sengkuni gagrak Jogja.
Semar, Anoman dan Setyaki gaya Solo , Gatotkaca dan Antareja kental Jogjanya.
Kartomarmo vs Setyaki, duel Solo-an
Durna Jogja dan Dursasana Solo
Gatotkaca Jogja vs Dursasana Solo
Nah kali ini dua-duanya Jogja asli, Antareja bertemu Durna.
Bima, Semar, Setyaki dan Anoman, semuanya Solo? Hmmm
Narada Jogja bertemu Bima dan Arjuna Solo
Arjuna Solo bertemu Batara Guru Jogja.
Nah ini lagi Kresna dan Gatotkaca sama-sama Jogja.
Cukup miris juga sebenarnya, mayoritas wayang baik yang dimainkan maupin disimping malah wayang Surakartan. Yogyakarta sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa namun tidak bisa memunculkan ciri khasnya. Memang ada kesulitan tersendiri memainkan wayang Jogja namun seharusnya bisa disiasati.
Bukan ingin berkesan eksklusif, namun mengingat wayang Jogja itu terlalau Endemik, apakah hanya akan menjadi pajangan museum, jika dalang Jogjapun tak mau memainkannya.
B onus :
Simpingan yang ini juga tidak semua
Gagrak asal Yogya lho. Hmmm selain Niyaga muda-muda, sindennya, 7 dari 8 berumur 20 tahunan ke bawah, beberapa mahasiswi ISI dan murid SMK
Leave a Reply